Kamis, 11 November 2010

TAK BISA MEMILIHMU Hedi Yunus

TAK BISA MEMILIHMU

Hedi Yunus

Aku melihatmu yang selalu mendekatiku

Yang slalu menghiburku menjadikanku

Senyuman dihatimu

Kuterima dirimu bila ingin mencintaiku

Namun maafkanlah aku tak bisa memilihmu

Aku takkan menjauh bila engkau mendekatiku

Namun kita hanya teman

Tak bisa ku tak bisa duakan dirinya

Kadang cinta memang sesuatu yang membingungkan

Dan hatimu tak mampu

Membohongi perasaanmu yang ingin mencintaiku

Rabu, 04 Februari 2009

Jalan Cinta

Tiga kali aku kerumah mu, meski yang pertama kamu ragu untuk terima aku, namun yang memang sudah menjadi kepribadianku untuk tidak pantang menyerah. Aku ingin kau tahu bahwa kesungguhan ku mengalahkan semua kesulitan yang aku temui. Yang masih aku ingat dan tak prnah hilang dari ingatanku kamu ragu pada ku, meski semua itu harus aku bayar dengan sedikit spekulasi, untunglah! Semua dapat di atasi.

Kali kedua aku datang dan itu bersamamu aku ingin memenuhi keinginanku untuk mengikat tali silaturrahmi antara aku dan keluargamu, sangat menyenangkan aku lewati kisah sejarah masa lalu dengan menyimak apa yang terlontar dari lisan orang tuamu, jujur! aku tidak paham, tapi aku mencoba mengimbangi semua alur diskusi kita berdua hingga larut malam dan meski mataku tak lagi dapat dikompromi tapi aku senang dan bangga, karena tidak semua dapat melakukan hal itu.

Memang berbeda apa yang kita lakukan saat kita ditanah kelahiran dan tempat kita hijrah dan menetap sementara atau lama disana, banyak kisah yang kita bersama ceritakan dan itu mengalir seperti bening air dari hulu kehilir aku merasa yakin kamu mau meneriama aku apa adanya namun kita berspekulasi sama saat aku datang pertama kali, namun kali ini berbeda, kali ini dengan kamu orang yang paling aku sayang, meski kamu ragu dengan semua itu terserahlah! Aku fikir semua akan ada hikmah dibalik semua ini.

Kini engkau yang datang ketempat dimana aku lahir dan dibesarkan oleh keluarga yang sederhana dan kami senang dengan semua itu. Meski kau datang dengan membayar ongkos dengan rasa malu yang memang sudah menjadi watakmu aku bangga padamu terlebih pada diriku sendiri, gurauan ringan mengiringi selama kamu tinggal disana meski tidak lama.

Jika diumpamakan pekerjaan ibadah yang lain aku telah mendapat gelar sunnah karena aku sudah menjalaninya tiga kali. Tiga kali aku menginjakkan kaki diteras mu meski harus aku lewati dengan menyusuri jalan terjal berliku dan berbatu namun aku lakukan dengan ikhlas dan sabar, semoga kau tahu itu. Satu hal yang aku ingin engkau sadari bahwa perasaan cintaku tak pernah pudar aku wujudkan semua itu dengan memberikan perhatian berlebih kepadamu hanya saja perasaanmu yang tak pernah melebihkan kedudukan ku dihatimu, mungkin kamu akan merugi jika kamu melebihkan perasaanmu kepadaku. Entahlah!

Keputusanku sudah bulat seperti bola pimpong dan tidak memiliki sisi, hingga akhirnya aku memutuskan untuk kuliah saja!

(Kunci Zaman)

Kamis, 29 Januari 2009

Radikalisme di kampus-kampus


Radikalisme di kampus-kampus

Kring… bunyi handphone saya. Ketika saya lihat di monitor, ternyata telepon itu berasal dari salah seorang aktivis kampus. Memang, nama-nama mereka “jago-jago demonstrasi” itu agak panjang di memori handphone saya. Disamping memang saya suka, juga dalam rangka melaksanakan tugas memoderatori para mahasiwa kita.
“Bang syahrin ini, ya… apa kabar… gini Bang, kami hari ini aksi… dimana?” inilah banyak sekali kemapanan,bagai bongkahan es yang tak tersentuh” katanya.” silakan…nanti kontek saya lagi. Assalamualaikum…”
Esok harinya saya baca Koran, ternyata betul mereka demonstrasi.tapi tiba-tiba saya menerima telepon dari seorang teman yang mengatakan” memang aneh mahasiswa sekarang kadang-kadang garang, kadang pengecut, kadang terlalu usil, kadang-kadang banyak tidur, tak peduli kejadian disekitarnya.”
Keluhan teman itu agaknya masuk akal. Sebab, kalau diperhatikan kepekaan dan kegusaran banyak kalangan mahasiswa serta merta muncul kalau telah tersentuh “ kantong-kantong” permasalahan yang mat peka baginya yaitu kepentingan ereka sendiri. “jika bukannya kantong mereka yang telah tersentuh belun tentu mereka peduli,” sela seorang teman pula. Betul, kata teman yang lain, sambil dia katakana, coba lihat para mahasiswa “jago-jago” demonstrasi itu penampilannya rata-rata lebih keren dari teman-temanya yang lain, pakai hanphone, berduit, bisa traktir teman, pakaiannya halus-halus dan sebagainya. Obrolan yang berawal dari telepon mahasiswa itu pun berakhir.
Memang, setelah refomasi ini bergulir dineger ini, dunia kampus kadang tersa mat terusik, banyak mahasiswa yang tiba-tiba jadi gusar dan gerah. Disamping memang sedang dilanda euphoria kebebasan yang menyebabkan berpenampilan kasar, usil dan bahkan mabuk “demokrasi” dan demonstrasi. Terlepas dari alasan dan motivasinya benar atau salah, abash atau tidak abasah dan sebagainya. Semua itu menggambarkan betapa radikalisme kini sedang menggejala dikalangan komonitas calon pemimpin masa depan itu.
Radikalisme, seperti disebut Craig Calhoun, digunakan untuk menggambarkan usaha-usaha radikal atau ekstrem sebagai anti kemapanan. Di kampus-kampus hal ini boleh jadi muncul atas dorongan factor eksternal, misalnya “neo komonis”, dan boleh pula “neo marxis” yang ingin mengganggu dan mengusik, jika bukannya melakukan upaya sistematis untuk mendekonstruksi setiap instusi yang dibangun atas kepentingan dan kebutuhan masyarakat.
Banyak demonstrsi yang bermaksud baik, menyampaikan aspirasi dan penegakan amarma’uf nahi mungkar namun sudah banyak pula demonstrasi yang dirancang untuk mengganggu, mengusik dan merusak. Semuanya dipoles penggeraknya dengan “bahasa kebersamaan”, bahasa kerakyatan”,dan bahasa kepedulian”. Jenis demonstrasi yang disebut terakhir, penuh pamrih dan niat buruk, senjatanya adalah radikalisme yang saat ini kembali dipertebal disebagian kalangan mahasiswa. Bersamaan dengan itu, dilancarka pula upaya-upaya mengerahkan kekuatan-kekuatan massa yang tidak puas atas berbagai hal disekitarnya.
Perjuangan idealisme dan perjuangan untuk menegakkan kebenaran yang diemban mahasiswa kita tampaknya masih panjang, apalagi aplikasi kesadaran reformasi sudah banyak bias kearah kurang diharapkan. Koupsi kemasan baru, kolusidengan jaringan baru yang lebih halus dan tampak sopan, serta nepotisme yang dibungkus kewibawaan, masih aakut dan merupakan batu penyandung cita-cita Indonesia yang lebih baik di masa depan.
Jika jalan pemikiran ini dapat diterima, maka predikat sebagai agen of change yang diletakkan di pundak mahasiswa jangan hanya dipersepsikan hanya selama satu periode kepengurusan Badan Eksekutif Mahasiswa atau satu oeriode kekuasaan pemeerintahan. Namun, ia akan abadi seabadi hati nurani bangsa ini untuk menjadi lebih baik dan lebih maju.
Dilihat secara demikian, maka tidaklah panas jika para mahasiswa saat ini mencelakai atau mencederai harapan itu hanya karena keterpegaruhan atau simpatinya pada radikalisme dan kepentingan temporal.

*disalin dari buku Prof. Dr. Syahrin harahap, M.A.
(penegakan moral akademik di dalam dan di luar kampus)


(Kunci Zaman)

assalamualaikum

selamat datang di blog aku, kuncizaman